Kebijakan Pemerintah Mengenai Sertifikat Tanah Elektronik Yang Masih Belum Menyakinkan Publik

Oleh: Ike Rahma Wulandari
Mahasiswa Prodi Administrasi Publik Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Perkembangan zaman selalu diikuti dengan perkembangan teknologi yang semakin pesat,
perkembangan teknologi juga banyak memberikan sumbangan yang cukup besar di berbagai
bidang, tak terkecuali bidang pemerintahan. Dengan adanya perkembangan teknologi ini
Pemerintah selalu berupaya memperbarui setiap program-programnya termasuk sektor
pelayanan publik. Badan Pertanahan Nasional (BPN) memberikan informasi bahwasannya
akan menarik lembaran sertifikat kepemilikan tanah masyarakat untuk diganti dengan sertifikat
tanah elektronik atau digital. Publik sebagai penerima pelayanan tentu merasa bertanya-tanya
mengenai informasi ini. Masyarakat merasakan hal ini bermula ketika Kementrian Agraria dan
Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) akan memberlakukan sertifikat tanah
elektronik atau disebut sertifikat-el pada tahun ini.
Menteri ATR/Kepala BPN Sofyan A. Djalil sebelumnya telah menyampaikan kepada Presiden
Joko Widodo soal kebijakan digitalisasi sertifikat tanah, Kepala BPN Sofyan mengatakan
bahwa infrastruktur sudah dipersiapkan oleh BPN untuk mendukung penuh pelayanan digital
seperti adanya fitur validasi buku tanah, warkah tanah, dan menyusun berbagai aturan terkait
dengan e-sertifikat. Adanya sertifikat tanah elektronik merupakan bentuk upaya Kementerian
Agraria dan Tata Ruang/BPN mendorong adanya transformasi digital atau Digital Melayani
(Dilan) dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Kebijakan sertifikat elektronik tanah
ini juga merupakan salah satu bentuk dari 3 program besar transformasi digital Kementerian
Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN).
Kemudian Sofyan Djalil selaku Kepala BPN menerbitkan Peraturan Menteri (Permen) Agraria
dan Tata Ruang/Kepala BPN Nomor 1 Tahun 2021 tentang Sertifikat Elektronik. Dalam Pasal
16 ayat 1 Permen ATR Nomor 1 Tahun 2021 disebutkan bahwa pergantian sertifikat menjadi
sertifikat-el termasuk meliputi pergantian buku tanah, surat ukur, bahkan gambar denah satuan
rumah susun menjadi dokumen elektronik. Kebijakan tentang sertifikat elektronik ini
sebenarnya telah telah resmi diberlakukan sejak diundangkan pada tanggal 12 Januari 2021 di
Jakarta.
Banyak mendapat tentangan dengan adanya informasi mengenai rencana sertifikat elektronik
Kementerian ATR/BPN. Muncul kekhawatiran dan keraguan dari publik mengenai kebijakan
ini termasuk aktivis dan juga warganet di sosial media. Kecemasan mengenai sertifikat tanah
elektronik salah satunya didasari masalah keamanan. Apalagi tidak sedikit masyarakat yang
merasa bahwa dengan memegang Salinan sertifikat tanah dalam bentuk fisik amatlah penting,
Kecemasan yang dirasakan oleh publik ini mengacu pada beberapa kemungkinan-
kemungkinan yang akan terjadi terutama jika suatu saat terjadi sengketa. Bahkan bukan hanya
kasus sengketa, kasus sertifikat kepemilikan tanah ganda juga cukup sering terjadi, dengan
melihat kasus-kasus yang sebelumnya terjadi membuat publik pun sulit untuk begitu saja
menerima dan percaya dengan kebijakan pemerintah untuk beralih dari sertifikat kepemilikan
tanah berbasis kertas menjadi dalam bentuk elektronik/digital.
Masyarakat juga merasa cemas mengenai sistem keamanan digital pemerintah untuk sertifikat
tanah elektronik ini, dan masyarakat juga memikirkan kemungkinan lain seperti bagaimana
apabila terjadi peretasan yang mengakibatkan kebocoran data-data penting yang kemudian
disalahgunakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Mengingat kasus mengenai
peretasan situs dan pusat data milik pemerintahan yang telah terjadi beberapa kali, Maka tidak
salah jika masyarakat timbul keraguan mengenai rencana pemerintah soal perubahan sertifikat
tanah ini.
Pemberlakuan sertifikat elektronik di Indonesia memang tidak mudah. Karena wilayah di
negara kita sangatlah luas sehingga proses perubahannya tentu akan memakan waktu yang
sangat lama. Dengan itu maka implementasi digitalisasi sertifikat tanah ini akan dimulai dari
tanah pemerintah dan kemudian badan usaha yang akan ditarik, lalu divalidasi dan disimpan
dalam sistem file elektronik. Lalu bisa diprint di mana saja oleh pemilik saat dibutuhkan.
Kemudian timbul pertanyaan bagaimana posisi masyarakat dalam validasi yang akan
dilakukan, sebab tanah-tanah yang sudah bersertifikat tersebut banyak yang bermasalah, seperti
tidak sesuai ukuran, adanya tumpang tindih, dan bisa jadi ada yang tengah bersengketa.
Masyarakat juga rentan terhadap program ini, karena ada wilayah-wilayah yang terdapat
konflik agraria struktural dengan rakyat kecil. Seharusnya pemerintah segera menuntaskan
terlebih dahulu konflik-konflik tersebut. Agar penerapan program sertifikat tanah elektronik
berjalan lancar, dan tidak berpotensi memperparah konflik agrarian yang ada.
Kepala BPN juga menegaskan bahwa Kementerian ATR/BPN tidak akan menarik sertifikat
fisik milik masyarakat ketika sudah dibuat versi digitalnya. Kemudian beliau juga
mengingatkan kepada masyarakat agar waspada apabila ada orang yang mengaku dari BPN
dan meminta sertifikat tanah yang dimiliki. Banyak masyarakat yang masih salah paham terkait
pergantian sertifikat tanah elektronik ini. Dengan ini maka seharusnya menjadi tugas
Kementerian ATR/BPN untuk melakukan sosialisasi kepada masyarakat.
Memang benar jika saat ini zaman sudah serba digital dan Indonesia juga harus masuk era
digital agar tidak mengalami ketertingalan. Penggunaan teknologi dan semua yang berbasis
elektronik memang memudahkan masyarakat, namun jika ada dampak positif maka pasti ada
dampak negatifnya. Sertifikat elektronik ini merupakan hal yang sangat vital bagi pemegang
hak sertifikat, maka perlu ada kajian secara hati-hati dan mendalam, dan diperlukan
pemberlakuan uji coba pada Gedung-gedung pemerintah, lahan-lahan pemerintah baik pusat
maupun daerah dan bersamaan dengan itu diikuti dengan melakukan sosialisasi kepada
masyarakat. Kemudian jika memang sertifikat-el ini segera diberlakukan di seluruh wilayah di
Indonesia maka diharapkan pada proses pelaksanaannya dilakukan secara cermat, hati-hati, dan
transparan. Jangan sampai terdapat penyimpangan di dalamnya.



