Bonus Demografi, Child-Free dan Kebijakan Penduduk

Fitria Fatimah Sakinah, Administrasi Publik B1, Universitas Muhammadiyah

MEMOPOS.com,Sidoarjo - Sebagaimana kita ketahui bahwa Indonesia masih duduk di peringkat ke-4 dunia dalam hal jumlah penduduk terbanyak didunia(2021). Kontras dengan posisi 72 di dunia (2021) dalam hal kualitas penduduknya. Masih sangat jauh dengan China yang memiliki penduduk terbanyak di dunia, dan kualitas penduduknya yang sangat tinggi.Masalah kualitas dalam jumlah penduduk yang besar sebenarnya kembali lagi kepada dimana keseriusan pemerintah menangani kesejahteraan rakyat yang sebesar-besarnya. Dalam hal ini negara yang bertanggung jawab atas kesejahteraan rakyatnya. Salah satunya yang diusahakan oleh pemerintah dalam mensejahterakan rakyat adalah kebijakan penduduk. Terdapat beberapa kebijakan penduduk diterapkan seperti Program Keluarga Berencana (KB), pembatasan usia perkawinan, mengurangi dan membatasi tunjangan bagi pegawai negeri sipil, serta memberikan penyuluhan kepada masyarakat. Kebijakan-kebijakan tersebut ternyata masih belum dapat menuntaskan permasalahan kependudukan di Indonesia.

Berdasarkan hasil sensus penduduk (SP2020) oleh BPS pada September 2020 tercatat jumlah penduduk di Indonesia adalah 270,20 juta jiwa. Jika dibandingkan dengan tahun 2019, berdasarkan Survei Penduduk Antar Sensus (Supas) 2015 jumlah penduduk pada 2019diproyeksikan mencapai 266,91 juta jiwa. Meski mengalami kenaikan, Indonesia saat ini sedang menikmati masa bonus demografi di mana jumlah penduduk usia produktif lebih banyak dari usia tidak produktif, yakni lebih dari 68% dari total populasi.Indonesia memiliki komposisi penduduk milenial (24–39 tahun) sebesar 25,87% atau 1 dari 4 penduduk Indonesia merupakan generasi milenial. Didominasi oleh Gen Z (8–23 tahun) persentasenya mencapai 53,81%.Angka hanyalah angka. Bonus demografi seperti pedang bermata dua.

Apabila penduduk usia produktif tidak mendapatkan fasilitas yang mendukung sebagai upaya menyiapkan SDM yang unggul, maka bonus demografi menjadi petaka. Dan itu merupakan tanggung jawab pemerintah.Ditinjau dari ekonomi, jika didominasi oleh kaum milenial maka pertumbuhan ekonomi selayaknya semakin meningkat seiring dengan lahirnya Gojek,

Ruangguru, Tokopedia dll. Negara perlu memfasilitasi kaum milenial untuk berkembang di era digital agar sama-sama dapat menikmati bonus demografi ini. 

Selanjutnya jika ditinjau dari politik, regenerasi didalam pemerintah pun perlu menjadi sorotan. Kabar baiknya kini beberapa kawula muda duduk di kursi parlemen.

Berdasarkan penelusuran usia dari 575 calon legislatif (Caleg) DPR RI terpilih di Pemilihan

Umum 2019, keterwakilan kaum milenial atau yang berusia 21 sampai 35 tahun mencapai 9% atau 52 orang. Sayangnya hal itu belum tentu berbanding lurus dengan perbaikan kinerja legislasi dan semakin banyaknya aspirasi generasi muda terakomodasi ke dalam kebijakan.Alasannya, hampir semua caleg terpilih berusia muda tersebut muncul bukan dari proses pengkaderan dan memiliki pemahaman matang tentang partai yang menjadi kendaraanpolitik mereka namun cenderung bernuansa oligarki politik semata.

Adapun sejak era Orde baru Indonesia telah melaksanakan program keluarga berencana (KB) untuk menekan lonjakan pertumbuhan penduduk,namun baru-baru ini ramai terkait pembahasan tren childfree.Dimana istilah ini ditujukan untuk pilihan hidup pasangan yang telah menikah lalu memutuskan untuk tidak memiliki momongan atau anak. Meski ini masih menjadi fenomena yang memunculkan banyak pro-kontra.Sisi positif childfree adalah peningkatan kualitas hidup dikarenakan tidak ada beban ekonomi untuk biaya anak, sedangkan salah satu sisi negatif childfree bagi suatu negara adalah jumlah penduduk usia produktif yang sedikit di masa depan. Hal ini akan berdampak pada masalah ketenagakerjaan dan masalah sosial lainnya. Di beberapa negara banyak orang tua yang kehidupannya bergantung pada negara karena tidak ada anak atau keluarga yang mengasuh. Sehingga beban negara akan semakin besar untuk membiayai penduduk usia tua karena jumlah penduduk usia produktif semakin sedikit dibandingkan dengan yang tidak produktif.

Pada sisi lain, pertumbuhan ekonomi suatu daerah dipengaruhi juga oleh penduduk.

Apabila pertumbuhan penduduk terlalu cepat, di satu sisi akan dapat menjadi modal untuk perekonomian. 

Tetapi dapat juga menjadi beban karena banyak penduduk yang harusditanggung negara. Sebaliknya jika pertumbuhan penduduk yang lambat, juga akan menjadi beban karena pada suatu waktu nanti jumlah penduduk produktif akan lebih sedikit

dibandingkan jumlah penduduk yang tidak produktif. Jalan tengahnya adalah pertumbuhanpenduduk yang terkendali. Apalagi sumber pertumbuhan ekonomi terbesar di Indonesiamasih dari konsumsi rumah tangga (3,71% pada triwulan 2 tahun 2021, BPS).Hal ini memicudilematis, sebaiknya pertama yang dilakukan adalah pengendalian laju pertumbuhan penduduk dengan memaksimalkan kebijakan-kebijakan penduduk yang telah dilakukan pemerintahdemidapat meningkatkan kualitas SDM yang unggul sehingga kehidupan rakyatIndonesia sejahtera. Dalam hal lain, kepercayaan terhadap pemerintah perlu dibangun kembali sebab kursi parlemen selayaknya dipimpin sosok-sosok baru yang muda dan berkualitas untuk memperbaiki serta melahirkan kebijakan di berbagai sektor menujukesejahteraan rakyat.


WhatsApp Bagikan ke WhatsApp Facebook Twitter Instagram

Related

Opini 1106806556020197410

Posting Komentar

emo-but-icon

Follow Us

Kang Mas Hariyanto Tingkat 2 Pembina Wilayah Patrang

Kasat Lantas Serta Jajarannya Mengucapkan Selamat Menunaikan Ibadah Puasa 1446 H

Selamat dan Sukses Kepada Bupati dan Wakil Bupati Jember Periode 2025 - 2030

Hot in week

Recent

Comments

Ketua Cabang PSHT Jember Mengucapkan Selamat Menunaikan Ibadah Puasa 1446 H -2025

SELAMAT DAN SUKSES ATAS DILANTIKNYA BUPATI DAN WAKIL BUPATI BLORA PERIODE 2025 - 2030

Side Ads

Text Widget

Connect Us

item