Reformasi Birokrasi Di Era Otonomi Daerah

Oleh:
Melly Nia Dwi Aprilia
Administrasi Publik, Universitas Muhammadiyah Sidoarjo
Birokrat public adalah para birokrat karier professional yang memiliki pengalaman dalam
pengelolaan kebijakan public, yang sangat sulit ditandingi oleh politikus dan pejabat politik.
Karena adanya tuntutan terwujudnya GOOD Governance, maka mau tidak mau birokrasi harus
melakukan reformasi diri. Reformasi birokrasi adalah upaya pemerintah untuk meningkatkan
kinerja melalui berbagai cara dengan tujuan untuk menciptakan efektifitas, efisiensi dan
akuntabilitas.
Birokrasi pemerintah sebagai mesin resmi yang mempunyai fungsi pelayanan, pada saat
ini menjadi pusat perhatian semua kalangan, tidak terkecuali di daerah. Sebagaimana kita ketahui
bersama, pemerintah daerah merupakan ujung tombak bagi berhasilnya otonomi daerah ini.
Kedudukan pemerintah daerah yang sangat strategis ini membutuhkan birokrasi yang berkualitas.
Berbagai keluhan yang dilontarkan masyarakat berkaitan dengan pelayanan birokrasi antara lain,
berbelit-belit, lamban, mahal, tidak transparan sering kita dengar di masyarakat. Keluhan yang
demikian dapat kita maklumi,karena di era sekarang ini masyarakat mempunyai tuntutan yang
besar terhadap mutu pelayanan dari birokrasi pemerintah. Reformasi birokrasi secara umum
bertujuan untuk mewujudkan kepemerintahan yang baik, didukung oleh penyelenggara Negara
yang professional, bebas korupsi, Kolusi dan Nepotisme dan meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat sehingga terwujud pelayanan prima.
Retrospeksi adalah menilai ulang dan mengevaluasi semua kebijakan masa lalu secara jujur dan obyektif, sehingga faktor penyebab kegagalan dapat ditemukan kembali, kemudian
menciptakan system baru yang lebih baik. Dalam sejarah pemerintahan Indonesia, ternyata
pemerintah tidak mampu menjalankan fungsi pelayanan public dalam tataran yang sederhana
sekalipun, misalnya hak masyarakat untuk memperoleh informasi, pembayaran pajak dan sebagainya.
Reorientasi adalah upaya merubah paradigma, visi,misi dan strategi kebijakan masa lalu
ke dalam suasana baru yang lebih aspiratif di mata public. Dengan diberlakukannya otonomi
daerah, secara filosofis dan politik telah merubah paradigma baru penyelenggaraan sistem
pemerintahan dari model konvergensi ke devergensi. Meskipun masih perlu penyempurnaan
dalam pelaksanaan otonomi. Konvergensi adalah sistem pemerintahan sentralistik atau dominasi
pemerintahahan pusat, sedangkan devergensi adalah desentralisasi atau pemeberian otonomi
kepada daerah. Penerapan system manajemen pemerintahan dengan pendekatan status quo yang
memposisikan birokrasi dalam peran ganda,yakni peran politik dan kebijakan, menyebabkan
masyarakat dan kelompok kepentingan tidak memiliki ruang dan peran dalam proses kebijakan
public secara proporsional.
Reformasi sector public harus lebih diarahkan kepada peningkatan kemampuan,
profesinalitas dan netralitas birokrasi public guna mengurangi kekaburan peranan politik antara
birokrat dan politisi. Proses politisasi birokrasi dan birokratisasi politik yang terjadi sebagai akibat
dominasi dan hegemoni birokrasi dalam politik perlu dikurangi agar birokrasi public yang
profesioanl dapat tumbuh lebih subur. Intervensi pemerintah yang terlalu besar dalam kegiatan
ekonomi terbukti mengakibatkan inefisiensi. Sektor public harus, terutama birokrasi public harus
merubah nilai dari otoritarianisme birokratis ke otonomi demokratis, atau perubahan dari Negara
pejabat menjadi Negara pelayan.
Otonomi daerah sebagai salah satu mekanisme dalam penyelenggaraan pemerintahan,
didasarkan atas beberapa pertimbangan, antara lain pentingnya keterbukaan, pemberdayaan,
membawa konsekuensi logis bagi birokrasi untuk mereformasi diri. Hal ini cukup beralasan
mengingat birokrasi yang ada semenjak orde baru telah melenceng dari filosofi dasarnya yakni
sebagai pelayan public. Satu hal penting yang dapat mendukung dalam upaya reformasi birokrasi
adalah kemauan politik dari seluruh jajaran birokrasi dari tingkat pusat sampai daerah. Komitmen
untuk berubah menyesuaikan tuntutan dan kondisi masyarakat perlu terus menerus dikembangkan,
sehingga birokrasi tidak lagi menjadi momok yang menyebalkan, membosankan dan julukan lain
yang bernada negative tidak pelu lagi terdengar di masa mendatang.