Pembelajaran Critical Listening Menerapkan Strategi Three Phase : Sebuah Refleksi Dalam Proses Pengajaran

https://www.memopos.co.id/2023/02/pembelajaran-critical-listening.html
Nanik Mariyati, S.Pd., M.Pd.
Tenaga Pengajar (Dosen)
Politeknik Negeri Jember
Jurusan Bahasa Komunikasi dan
Pariwisata
nanik_m@polije.ac.id
Nyuslaili Ningsih, S.Pd., M.Pd
Tenaga Pengajar (Dosen)
Politeknik Negeri Jember
Jurusan Bahasa Komunikasi dan
Pariwisata
yuslaili@polije.ac.id
Nila Susanti, S.S, M.Pd.
Tenaga Pengajar (Dosen)
Politeknik Negeri Jember
Jurusan Bahasa Komunikasi dan
Pariwisata
nila@polije.ac.id
MEMOPOS.co.id,Jember - Dalam upaya memaksimalkan potensi mahasiswa diperlukan strategi pembelajaran yang tepat. Strategi Three Phase menjadi salah satu pilihan untuk diterapkan dalam proses belajar mengajar. Bagaimana gambaran penerapan strategi Three Phase dalam matakuliah Critical
Listening? Dalam strategi ini proses praktikum dibagi menjadi tiga bagian yaitu, pre listening, while listening dan post listening. Kegiatan
Pre-listening berfungsi sebagai persiapan untuk listening. While-listening berhubungan langsung dengan keterlibatan dengan teks,
pebelajar selama mahasiswa mengerjakan latihan pada waktu listening. Mahasiswa juga dirangsang untuk berbicara dan berpartisipasi aktif dalam mengerjakan tugas serta berdiskusi
dalam kegiatan post-listening. Dalam studi ini terbukti bahwa strategi Three Phase mampu mendukung kemajuan dalam pembelajaran
Critical Listening. Kegiatan ini memberikan dampak sangat baik bagi semua tingkatan kemampuan mahasiswa, baik yang kemampuanyarendah, sedang maupun tinggi. Alokasi waktu yang sangat tepat
menjadikan komposisi ragam kegiatan dapat dilaksanakan dengan baik.
Hal ini juga dapat mereduksi tingkat kebosanan bagi mahasiswa sehingga mahasiswa menjadi lebih aktif. Disamping itu semua mahasiswa memiliki kesempatan berperan aktif dalam setiap kegiatan yang disajikan. Strategi ini sangat tepat diterapkan pada mata kuliah
lainnya karena alurnya mudah diikuti dan fleksible untuk diterapkan.
Dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk melihat dampaknya pada mata kuliah lain.
Kata Kunci : strategi pembelajaran, Three Phase, Critical Listening,
1. PENDAHULUAN
Mata kuliah Listening merupakan mata kuliah yang harus ditempuh oleh mahassiswa Program Studi Bahasa Inggris Jurusan Bahasa Komunikasi dan Pariwisata Politeknik Negeri Jember mulai semester satu sampai semester tiga. Mata kuliah ini terdiri dari tiga jenis sesuai dengan tingkat semester mahasiswa. Pada semester satu mahasiswa diberikan Literal Listening. Untuk semester dua mahasiswa mendapatkan Imperative Listening. Sedangkan pada semester tiga mata kuliah ini diberi nama Critical Listening. Nama-nama tersebut
sesuai dengan tujuan dan tingkat kesulitan dari materi, kosakata, dan kegiatan praktikum yang dilakukan.
Masing-masing semester hanya terdiri dari 2 sks praktikum. Hal ini berarti mata kuliah ini kegiatan pembelajaranya hanya praktikum tanpa ada perkuliahan atau penyampaian materi secara khusus. Dalam satu minggu dua kali pertemuan masing-masing dengan durasi 2 jam pelajaran atau setara dengan 120 menit.
Dalam proses praktikum, mata kuliah Listening menggunakan peralatan laboratorium sebagai penunjangnya.
Jurusan Bahasa Komunikasi dan Pariwisata atau BKP memiliki 2 laboratorium bahasa yang telah dilengkapi berbagai peralatan dengan teknologi modern sehingga sangat mumpuni dalam menunjang kegiatan praktikum
mata kuliah Listening. Dua laboratorium ini sementara di gunakan sepenuhnya oleh Program Studi Bahasa Inggris karena merupakan satu-satunya program studi dalam jurusan ini. Praktikum yang diselenggarakan
berdasarkan jadwal yang telah ditetapkan oleh Program Studi Bahasa Inggris. Untuk mempermudah pelaksanaan praktikum seorang dosen dibantu oleh seorang teknisi. Teknisi membantu dalam menyiapkan
semua peralatan serta menjadi asisten ketika praktikum berlangsung.
Pembelajaran Critical Listening membutuhkan kemampuan lebih dibanding dengan Literal dan Imperative Listening. Untuk itu mahasiswa membutuhkan tenaga dan pikiran yang cukup serius. Permasalahanya, tidak semua mahasiswa memiliki kemampuan yang bisa mengikuti semua materi secara mudah. Berdasarkan penilaian pada semester sebelumnya pada mata kuliah Listening, dari total 69 siswa 5% mahasiswa memiliki kemampuan sangat baik, 45% memiliki kategori kemampuan baik, 35% cukup dan 15% kurang. Komposisi kemampuan mahasiswa ini mengharuskan pengajar untuk memilih materi dan strategi yang tepat agar semua
siswa dapat mengambil manfaat dari pembelajaran tersebut.
Selama ini proses praktikum Listening menggunakan materi yang telah disediakan oleh dosen sesuai dengan
tingkatan semester mahasiswa. Dalam makalah ini hanya khusus membahas mata kuliah Critical Listening, yaitu mata kuliah Listening yang diterapkan pada mahasiswa semester tiga. Untuk materi yang dipergunakan
saat ini adalah buku karya Laurie Frazier dan Robbin Mills dengan judul NorthStar Focus on Listening and Speaking yang diterbitkan Addison Wesley Longman dengan katageri intermediate. Dalam buku ini
terdapat 10 materi yang mengangkat berbagai topik yang terjadi pada masyarakat Amerika. Materi yang disediakan dalam buku ini cukup lengkap terdiri dari tujuh aktifitas bagi mahasiswa seperti, Approaching the
Topic, Preparing to Listen, Listening One, Listening Two, Reviewing Language, Skills for Expression, dan On Your Own. Semua kegiatan dirancang berurutan sesuai dengan tingkat kesulitan dan kemampuan yang
dipergunakan.
Untuk memaksimalkan potensi mahasiswa dengan komposisi kemampuan seperti dijelaskan di atas dan
memanfaatkan keunggulan buku yang sudah tersedia, pengajar mengaplikasikan metode pengajaran yang sesuai dengan kegiatan yang ada yaitu dengan menggunakan strategi Three Phase. Dalam strategi ini proses
praktikum dibagi menjadi tiga bagian yaitu, pre listening, while listening dan post listening. Strategi ini sangat populer dikalangan para pengajar bahasa Inggris dan telah dibuktikan cukup efektif. Yang menjadi fokus pembahasan pada makalah ini adalah bagaimana penerapan metode Three Phase ini pada mata kuliah
Critical Listening.
Mata kuliah Critical Listening merupakan bagian dari melatih kemampuan mendengarkan atau listening.
Listening adalah salah satu kemapuan dalam bahasa Inggris untuk menunjang seseorang mampu melakukan komunikasi dan memahami informasi yang disampaikan secara lisan. Seperti telah diketahui bahwa dalam
pembelajaran Bahasa Inggris, ada empat kemampuan yang harus dikuasai yaitu berbicara (speaking), mendengar (listening), membaca (reading) dan menulis (writing). Seseorang harus menguasai empat
kemampian tersebut untuk dapat berbahasa Inggris dengan baik. Listening atau mendengar merupakan kemampuan yang sangat penting untuk memahami informasi yang disampaikan secara lisan. Menurut Kutlu et al. dalam Susini, et al. [17] kemampuan menyimak adalah proses seseorang mempersepsikan orang lain
melalui indera, (aural) organ, memberikan makna pada pesan dan memahaminya. Underwood [18] menyatakan bahwa listening adalah aktivitas memperhatikan dan mencoba untuk mendapatkan arti dari sesuatu yang didengar. Hal ini adalah sebuah proses kompleks yang memungkinkan otak untuk
membangun makna dari suara yang didengar dan memahami bahasa. Menurut Howatt dan Dakin dalam Mandarani [8] listening adalah kemampuan untuk mengidentifikasi dan memahami apa yang dikatakan orang lain. Proses ini melibatkan pemahaman aksentuasi pembicara atau pengucapan, tata bahasa
pembicara, kosa kata, dan memahami artinya. Vandergift, Larry and Goh, C. C. M. [21] berpendapat bahwa mendengarkan adalah keterampilan penting: memungkinkan pelajar bahasa untuk menerima dan berinteraksi
dengan bahasa masukan dan memfasilitasi munculnya keterampilan berbahasa lainnya. Ehsanjou dan Khodareza [5] mengatakan bahwa Top-down strategi melihat dari atas untuk memenuhi tujuan mendengarkan. Strategi bottom-up seperti mempelajari detail untuk memenuhi tujuan. Pendengar
menggunakan top-down dan bottom-up proses untuk memahami bahasa lisan dan integrasi informasi yang dikumpulkan dari keduanya adalah faktor kunci dalam mendengarkan yang sukses dan pada kenyataannya bahasa pemahaman melibatkan integrasi pemahaman linguistik dan nonlinguistik penafsiran. Dari definisi listening yang disampaikan oleh para pakar bahasa tadi, maka seorang pembelajar harus mampu mendengar dengan baik menggunakan indera pendengaranya, memahami apa yang didengar, mengolahnya dan dapat memberikan respon sesuai dari apa yang didengar. Dalam hal ini kemampuan listening sangat dipengaruhi
oleh seberapa banyak kosakata yang telah dikuasai oleh pembelajar, kemampuan pelafalan atau pronunciation dan bagaimana memahami makna pada kalimat secara keseluruhan.
Dengan mendengarkan, siswa dapat memahami bahasa lisan. Morley dalam Rohmah [12] berpendapat bahwa
mendengarkan adalah keterampilan bahasa yang paling banyak digunakan dalam kehidupan normal sehari-hari. Susini et al. [17] menyatakan bahwa ketrampilan mendengrakan bagi pembelajar bahasa asing merupakan keterampilan yang sangat kompleks dan sulit untuk dikuasai. Namun demikian, keterampilan menyimak adalah salah satu keterampilan yang mempunyai peranan penting dalam berkomunikasi dan tidak
dapat dipisahkan dari kegiatan sosial manusia dalam kehidupannya sehari-hari. Menurut Ur [20] ada beberapa masalah yang ditemukan oleh siswa selama belajar listening: (1) tidak mengerti pronunciation bahasa Inggris tertentu, (2) tidak mengetahui bagaimana mengatasi redundansi, (3) tidak dapat
memprediksi makna karena mereka tidak terbiasa dengan pola kata-kata, (4) tidak memahami
Kosakata sehari-hari, (5) tidak dapat mengatur kecepatan mendengar, (6) mengalami kesulitan dalam memahami aksentuasi penutur asli, (7) kurang memiliki kemampuan menggunakan pengetahuan dasar dari lingkungan untuk mendapatkan arti dari listening yang disampaikan. Sedangkan menurut Underwood
[19] ada beberapa kesulitan dalam listening bagi pembelajar, yaitu: (1) pendengar tidak dapat mengontrol kecepatan berbicara orang yang menyampaikan pesan, dan mereka merasa pesan yang disampaikan sudah hilang sebelum mereka dapat mengerti isi pesan tersebut sehingga pada saat mereka dapat
mengerti satu pesan, pada saat itu pula pesan yang lain hilang, (2) pendengar tidak mempunyai kesempatan untuk meminta pembicara mengulangi atau mengklarifikasi pesan yang disampaikan,
misalnya saat mendengarkan radio, menonton TV, sehingga pendengar harus dapat memahami apa adanya, (3) keterbatasan kosakata yang dimiliki oleh pendengar, membuat pendengar tidak dapat
memahami isi teks yang didengarnya bahkan dapat membuat mereka menjadi bosan dan frustasi,
(4) kegagalan pendengar untuk mengenali dan memahami ‘tanda-tanda’ yang dikirim oleh
pembicara yang menyebabkan pendengar salah dalam memahami isi pesan yang diterimanya,
(5)
kesalahan dalam menginterpretasikan pesan yang diterima, sehingga isi pesan yang disampaikan
tersebut diterima atau dimaknai berbeda oleh pendengar, (6) tidak mampu berkonsentrasi karena berbagai hal, misalnya topik yang tidak menarik, kelelahan fisik, lingkungan yang bising dan sebagainya. (7) kekhawatiran akan perbedaan cara dan materi yang diajarkan guru dengan materi yang didengar melalui perangkat audio atau penutur asli bahasa Inggris.
Apabila permasalahan itu terjadi pada pebelajar dalam hal ini mahasiswa Program Studi Bahasa Inggris di dalam Critical Listening, dapat menyebabkan pebelajar kesulitan untuk menguasai ketrampilan lain di
dalam Bahasa Inggris. Hal ini disebabkan karena jika pebelajar tidak memahami apa yang didengar, pebelajar tidak akan memiliki kemampuan yang baik di dalam speaking ntuk merespon dari apa yang didengar. Menurut Brown [3] kita mendengarkan dengan cara yang berbeda berdasarkan tujuan kita. Dia
mengatakan ada tiga tujuan, yaitu: 1. Mendengarkan gagasan utama Mendengarkan gagasan utama berarti pendengar ingin mendapatkan gambaran umum tentang apa yang dikatakan. Detailnya kurang penting. 2.
Mendengarkan detail Mendengarkan detail adalah sesuatu yang kita lakukan setiap hari. Misalnya, kita memerlukan detail saat mendapatkan petunjuk arah ke suatu tempat seperti rumah teman. 3. Mendengarkan
dan membuat kesimpulan Pembicara tidak selalu mengatakan dengan tepat apa yang mereka maksud. Itu adalah aspek penting dari makna yang terkadang tersirat daripada yang dinyatakan. Pendengar harus
"mendengarkan yang tersirat" untuk mencari tahu apa yang sebenarnya dimaksudkan. Untuk itu diperlukan strategi yang tepat dalam mengajar mata kuliah ini. Brown [4] menyatakan bahwa strategi adalah metode
khusus untuk mendekati masalah atau tugas mode operasi untuk mencapai tujuan tertentu desain yang direncanakan untuk mengendalikan dan memanipulasi informasi tertentu. Menurut Hedge dalam Pardosi [10]
ada tiga prosedur utama dalam pengajaran menyimak atau mendengarkan, yaitu : tahap pra-mendengarkan (pre-listening), tahap sedang-mendengarkan (while-listening), dan tahap pasca-mendengarkan (post-
listening). Strategi ini biasa di sebut Three Phase Strategy. Strategi ini telah banyak di rekomendasi dalam mengajar ketrampilan bahasa Inggris terutama dalam mengajar listening. Dalam penerapan pembelajaran
Listening di kelas, kegiatan dibagi menjadi tiga tahap, yaitu pre-listening, while-listening dan post-listening:
1. Pre Listening
Kegiatan Pre-listening berfungsi sebagai persiapan untuk listening. Selama pre-listening, pengajar dapat
menetapkan tujuan dan atau mempersiapkan terlebih dahulu apa materi untuk listening,
mempersiapkan latar belakang pengetahuan yang dibutuhkan dan juga menentukan top down (dari arti keseluruhan) atau dari bottom up (yang fokus pada kata-kata dan frase). Dengan demikian, siswa mengetahui
jenis listening yang didengarkan, dan juga tujuan dari apa yang didengarkan. Di dalam strategi Top-Down pebelajar secara aktif merekonstruksi arti pembicara yang sebenarnya. Ehsanjou dan Khodareza [5]
mengatakan bahwa Top-down strategi melihat dari atas untuk memenuhi tujuan mendengarkan. Strategi bottom-up seperti mempelajari detail untuk memenuhi tujuan. Pendengar menggunakan top-down dan
bottom-up proses untuk memahami bahasa lisan dan integrasi informasi yang dikumpulkan dari keduanya adalah faktor kunci dalam mendengarkan yang sukses dan pada kenyataannya bahasa pemahaman melibatkan integrasi pemahaman linguistik dan nonlinguistik penafsiran. Dalam proses rekonstruksi ini, pendengar menggunakan pengetahuan yang dimilikinya sebagai suatu konteks dan situasi. Disini pengajar harus
memiliki peran yang sangat besar dalam membantu pebelajar dalam membangun konteks yang sesuai dengan apa yang didengar. Misalnya ketika recording Critical Listening yang didengar adalah percakapan
di restoran, pengajar membantu menghubungkan makna keseluruhan dari apa yang didengar dengan kegiatan
dalam kenyataan yang terjadi ketika seseorang berada di restoran. Kemudian di dalam strategi Bottom-Up, pengajar membantu menemukan kosakata tata bahasa yang menjadi kunci dari percakapan yang dihadirkan dalam listening. Misalnya, sesuai dengan contoh Top-Down, percakapan di restoran, pebelajar
dibantu untuk menemukan kosakata mengenai pemesanan makanan atau minuman, atau kosakata lain yang sangat penting untuk menjawab pertanyaan dari soal Critical Listening yang diberikan. Ketika proses pre listening telah dilakukan, maka selanjutnya adalah proses listening
2.While Listening
While listening berhubungan langsung dengan keterlibatan dengan teks, pebelajar selama pebelajaran mengerjakan latihan pada waktu listening. Di dalam strategi Three Phase tidak lepas dari mengkombinasikan strategi Top-Down, pebelajar diarahkan untuk mencoba menentukan apa yang penting dan yang tidak penting untuk dipahami. Pengajar membantu pebelajar untuk memprediksi dan
memahami apa yang mereka dengar. Kemudian pengajar bertanya kepada pebelajar untuk
memfokuskan perhatian pebelajar pada unsur-unsur teks yang sangat penting untuk keseluruhan pemahaman.
Di samping itu dakam membangun keterlibatan mahasiwa secara kognitif juga mengkombinaskan dengan penerapan strategi Bottom-Up. Dalam proses ini pengajar tidak hanya mengecek jawaban, tetapi
mengarahkan pebelajar melalui proses listening, memonitor kesulitan-kesulitan dalam listening, dan menentukan tugas-tugas kelas untuk melibatkan pebelajar mengembangkan ketelitian ketika listening serta mengasah kemampuan berpikir dalam merespon persoalan.
3.Post listening
Post listening dalam penerapan strategi Three Phase tetap menggabungkan cara Top-Down dan Bottom-Up yaitu pengajar memberikan pertanyaan dan meminta pebelajar untuk menjawab pertanyaan tersebut.
Pebelajar juga dirangsang untuk berbicara dan berpartisipasi aktif dalam mengerjakan tugas serta berdiskusi. Selain itu, pengajar perlu mendorong pebelajar untuk menanggapi apa yang mereka dengar dan membuka forum diskusi. Dengan demikian, selama kegiatan listening pebelajar dapat memperoleh gambaran secara umum mengenai listening yang disampaikan dan beberapa kosa kata yang digunakan.
2. METODE DAN BAHAN
Sesuai dengan tujuan yaitu untuk memberikan gambaran secara jelas proses pembelajaran Critical Listening
dengan menggunakan Startegi Three Phase, maka metode yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif. Dalam bab ini akan dijabarkan secara lengkap apa dan bagaimana metode penelitian kualitatif, cara
pengambilan data, obyek dan pengolahan datanya. Peneliti menyajikan seluruh perangkat yang dipergunakan dalam melakukan penelitian sebagai berikut:2.1 Penelitian Kualitatif Menurut Sugiyono [15] metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrument kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara
trianggulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari generalisasi.menyimpulkan bahwa metode penelitian kulitatif adalah metode
penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, dimana peneliti adalah sebagai instrument kunci. Pengambilan sampel sumber data dilakukan
secara purposive dan snowbaal, teknik pengumpulan dengan trianggulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitaif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisa. Menurut
Williams dalam Salmaa[13] penelitian kualitatif adalah upaya peneliti mengumpulkan data yang didasarkan pada latar alamiah. Tentu saja, karena dilakukan secara alamiah atau natural, hasil penelitiannya pun juga ilmiah dan dapat dipertanggungjawabkan. Sukmadinata [16] menyatakan penelitian kualitatif (qualitative research) adalah suatu penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan dan
menganalisis fenomena, peristiwa, aktifitas sosial, sikap, kepercayaan, persepsi, pemikiran orang secara individu maupun kelompok. Dengan menggunakan metode kualitatif dalam penelitian ini data yang didapatkan akan lebih lengkap, lebih mendalam, kredibel dan bermakna sehingga tujuan penelitian dapat
tercapai. Adapun untuk merealisasikan itu semua peneliti merancang penelitian ini dalam 4 tahap yaitu:
1. Perencanaan
Dalam tahap ini peneliti melakukan analisa standar sarana dan prasarana yang tersedia dalam menunjang terlaksananya penelitian, penyusuanan rancangan penelitian, penetapan tempat dan obyek penelitian serta
menyusun instrumen penelitian.
2. Pelaksanaan
Pada tahap ini peneliti mencari dan informasi serta data yang akan menjadi data primer maupun pendukung untuk menjawab pertanyaan penelitian yaitu dengan melakukan observasi dan pengamatan.
3. Hasil dan Diskusi Hasil penelitian berupa data yang didapatkan setelah peneliti melakukan observasi dan pengamatan.
4. Kesimpulan
Semua hasil analisa data dievaluasi dan disimpulkan untuk menyimpulkan secara garis besar hal-hal penting dari hasil penelitan baik berupa keunggulan maupun hambatan yang dihapadi peneliti selama pelkasanaa
penelitian.
2.2 Teknik Pengambilan Data
Dalam melengkapi informasi yang sesuai dengan fokus penelitian maka diperlukan teknik pengumpulan data yang sesuai. Brikut ini adalah teknik pengumpulan data yang digunakan::
1. Observasi
Sugiyono [15] menyatakan observasi adalah dasar semua ilmu pengetahuan, melalui observasi peneliti
belajar tentang perilaku, dan makna dari perilaku tersebut. Metode ini digunakan untuk mengamati secara langsung peristiwa/fenomena yang menjadi fokus penelitian. Menurut Patton dalam Zakky [21] observasi adalah sebuah metode yang akurat dan spesifik dalam melakukan pengumpulan data serta memiliki tujuan mencari informasi mengenai segala kegiatan yang sedang berlangsung untuk dijadikan objek kajian dalam sebuah penelitian.
Arikunto [2] observasi adalah mengumpulkan data atau keterangan yang harus dijalankan dengan melakukan usaha-usaha pengamatan secara langsung ke tempat yang akan diselidiki. Sedangkan menurut Kamus Ilmiah Populer dalam Suardeyasasri [18] kata observasi berarti suatu pengamatan yang teliti dan sistematis,
dilakukan secara berulang-ulang. Metode observasi seperti yang dikatakan Hadi dan Nurkancana dalam Suardeyasasri [18] adalah suatu metode pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengadakan
pengamatan dan pencatatan secara sistematis baik secara langsung maupun secara tidak langsung pada tempat yang diamati.
Bagi peneliti profesional, observasi umumnya digunakan sebagai metode untuk mengumpulkan data atau untuk mencatat bukti. Definisi umum observasi oleh peneliti adalah melihat, tetapi melihat ini diharapkan
dapat menyertakan analisis dan interpretasi yang spesifik. Oleh karena itu, Sanger dalam Anon [1] berpendapat bahwa observasi dapat dilakukan dengan melihat bukti yang dikumpulkan dan berusaha mencari
yang signifikan dan tidak signifikan dari kumpulan bukti tersebut. Menurut Purnomo dalam Kurniawan [7] metode observasi ialah pengamatan langsung menggunakan alat indera atau instrument sebagai alat bantu
untuk penginderaan suatu subjek atau objek yang juga merupakan basis sains. Menurut Notoatmojo dalam Sandjaja [14] bahwa observasi sebagai perbuatan jiwa secara aktif dan penuh perhatian untuk menyadari
adanya rangsangan dalam menemukan fakta. Rangsangan tadi setelah mengenai indra menimbulkan kesadaran untuk melakukan pengamatan. Pengamatan tersebut tidak hanya sekedar melihat saja melainkan juga perlu keaktifan untuk meresapi, mencermati, memaknai dan akhirnya mencatat. Tindakan terakhir ini penting dilaksanakan, karena daya ingat manusia sangat terbatas untuk menyimpan semua informasi tentang
apa yang akan diobservasi dan hasil pengamatannya. Catatan yang berisi hal-hal yang harus diobservasi dinamakan panduan observasi. Sedangkan catatan yang merekam hasil observasi dapat berupa gambar dan
catatan panjang sebagai potret saat observasi dilakukan, dengan memberikan tanda yang merupakan suatu daftar yang berisi subyek dan gejala-gejala yang harus diamati berikut penilaiannya dinamakan alat bantu observasi.
Purnomo dalam Kurniawan [7] mengungkapkan bahwa langkah-langkah penggunaan metode observasi secara umum meliputi:
1. Tahap persiapan atau perencanaan
a. Menetapkan tujuan pembelajaran khusus (TPK)
b. Menetapkan obyek yang akan diobservasi
c. Menentukan alat/instrument peroleh data dalam mengadakan observasi
2. Tahap pelaksanaan
a. Melakukan pengamatan secara langsung pada obyek yang diobservasi
b. Mengumpulkan data (inventarisasi data) dari pengamatan terhadap obyek yang diobservasi
c. Menganalisis dan mengevaluasi data, yaitu dengan mengadakan pencatatan terhadap pristiwa, kejadian-kejadian atau gejala-gejala yang terjadi
d. Mendiskusikan hasil pengamatan dengan tim lalu menarik kesimpulan.
2.3 Teknik Analisis Data
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoaleh dari hasil observasi dan pengamatan dengan cara mengorganisasikan data kedalam kategori menjabarkan kedalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun kedalam pola, mengklasifikasikan hal-hal penting dan hal yang akan dipelajari
dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh peneliti dan oleh pembaca. Ada 3 macam teknik analisis data dalam penelitian yaitu teknik analisis data sebelum di lapangan, data anilis selama di lapangan dan data analisis selesai di lapangan. Pada penelitian ini peneliti menggunakan teknik analisis data selesai di
lapangan artinya bahwa data yang diolah adalah data setelah dilakukan observasi maupun pengamatan.
Dalam kegiatan ini peneliti akan menganalisa hasil observasi dan pengamatan kemudian dijabarkan secara kualitatif. Setelah penjabaran selesai, peneliti akan menarik kesimpulan sebagai jawaban dari rumusan masalah yang ada.
2.4 Obyek Penelitian
Obyek penelitian ini adalah mahasiswa Program Studi Bahasa Inggris Jurusan Bahasa Komunikasi dan Pariwisata Politeknik Negeri Jember.
3.5 Prosedur Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data pada penelitian ini dengan menggunakan cara observasi atau pengamatan. Dalam observasi, peneliti akan mengamati berbagai kegiatan yang dilakukan oleh pengajar maupun mahasiswa dalam menjalankan proses belajar dalam hal ini praktikum Critical Listening dengan menerapkan strategi Three Phase. Peneliti akan mencatat secara rinci proses yang dilakukan mulai dari pre-listening. while-listening dan post-listening dan akan dijabarkan pada bab pembahasan. Tolak ukur rekomendasi dari strategi ini adalah tingkat partisipasi mahasiwa dalam menjawab pertanyaan secara langsung, mengerjakan soal latihan, memberikan respon pada setiap diskusi baik dengan teman maupun dengan pengajar dalam semua tahapan.
3. HASIL DAN DISKUSI
3.1. Persiapan
Pelakasanaan penelitian ini bertepatan dengan dimulainya semester ganjil. Yang menjadi obyek penelitian adalah mahasiswa semester 3 Program Studi Bahasa Inggris dengan fokus penelitian pada mata kuliah Critical Listening. Jumlah mahasiwa yang termasuk dalam kelas ini adalah 63 mahasiswa yang dibagi
menjadi 3 kelompok dengan jam pelaksanaan pembelajaran yang berbeda. Masing-masing kelompok terdiri dari 21 mahasiswa. Dalam 1 semester mahasiwa mengikuti 28 kali pertemuan praktikum dan 2 kali pertemuan untuk pelaksanaan evaluasi yaitu UTS dan UAS. Proses pembelajaran dilaksanakan di Laboratorium Program Studi Bahasa Inggris dengan dua kali pertemuan untuk masing-masing kelompok dalam satu pekan.
Pengamatan yang dilakukan hanya pada satu group yaitu group A. Dalam mendukung
kegiatan pembelajaran peneliti yang juga sekaligus sebagai pengampu mata kuliah Critical Listening melakukan proses persiapan. Persiapan yang dilakukan merupakan rutinitas seperti kegiatan awal semester pada umumnya yaitu menyiapkan peralatan, bahan-bahan praktek, materi dan bahan-bahan untuk evaluasi tengah semester dan akhir semester. Untuk peralatan telah tersedia dalam satu paket laboratorium yang terdiri dari konsol, tape recorder, komputer dan speaker. Untuk bahan praktek disiapkan kertas dan alat tulis
secukupnya. Untuk persiapan materi hal penting yang harus dilakukan adalah memilih sumber buku yang akan dipergunakan dalam proses pembelajaran. Dalam hal ini peneliti menggunakan buku Northstar Focus
on Listening and Speaking karya Helen S. Solorzano dan Jenifer P.L Schmidt pada level intermediate.
Pertimbangan penggunaan buku ini karena isi dan konsep kegiatanya sangat sesuai dengan strategi Three Phase. Dalam buku ini terdapat 10 topik yang akan menjadi pembahasan yaitu Advertising on the Air, Travelling Through Time Zone, Too Good To Be True, If You Can Beat ‘Em Join ‘Em, Understanding Accents, Working With Aids Patient, Engne Trouble, You Are What You Wear, To Spank or Not To Spank, dan A Merriage Agreement. Materi yang diberikan kepada mahasiswa dihimpun dalam bentuk BKPM atau Buku Kegiatan Praktek Mahasiswa. Dalam buku tersebut di siapkan semua bentuk kegiatan yang akan dilaksanakan selama satu semester.
Praktikum dalam mata kuliah listening tidak bisa dilepaskan dari materi yang berbentuk rekaman lisan yang merupakan satu paket dengan materi tulis. Untuk itu dalam pembelajaran ini juga menyiapkan perangkat
audio seperti tape recorder, kaset, dan pengeras suara. Audio ini telah direkam sedemikian rupa sehingga sesuai dengan BKPM. Mahasiswa menggunakan BKPM dengan mudah karena disusun sangat runut dan
terperinci sesuai dengan audio yang disediakan.
3.2 Pelaksanaan
Strategi Three Phase, membagi proses pengajaran Critical Listening menjadi tiga bagian yaitu, Pre-Listening, While Listening dan Post Listening. Berikut adalah penjelasan lengkapnya:
3.2.1 Pre-Listening
Seperti telah disampaikan sebelumnya, proses pre-listening merupakan saat yang digunakan untuk memperkenalkan topik yang akan di bahas. Mahasiswa diberikan rangsangan untuk mengingat hal-hal yang telah lalu yang berhubungan dengan topik, bagian ini disebut recalling schemata. Kegiatan ini diawali dengan memperlihatkan gambar atau informasi tertulis kepada mahasiswa. Kemudian dilakukan diskusi dengan pengajar dan mahasiswa lainya. Masing-masing mahasiswa diberi kesempatan untuk menyampaikan pengetahuannya yang telah mereka miliki sebelumnya. Dalam setiap pertemuan bentuk kegiatanya bervariasi, dari menjawab pertanyaan dari melihat gambar, membaca diagram, memberikan pendapat dari
sebuah kasus, melakukan survey singkat terhadap teman terdekat, tanya jawab secara langsung serta menceritakan pengalaman.
Selain itu kegiatan pre-listening juga untuk mengarahkan mahasiswa memahami kosakata yang akan digunakan dalam rekaman audio. Hal ini bertujuan agar mahasiswa mengetahui terlebih dahulu kosakata baru yang berkaitan dengan topik. Proses pengenalan kosakata baru dengan beberapa bentuk seperti memasukan
kosakata dalam paragrap kemudian diberi garis bawah utuk ditemukan definisinya atau lawan katanya. Selain itu mahasiswa juga di minta mengerjakan soal pilihan ganda yang memuat kosakata baru untuk dicari definisinya. Bentuk lainnya yaitu dengan memasangkan kosakata baru dengan definisi yang telah disediakan.
Dari menguasai kosakata baru ini mahasiswa diharapkan lebih mudah untuk memahami isi dari rekaman audia yang diputar.
Kegiatan terakhir dari pre-listening dan sekaligus sebagai tanda telah sampai pada saat untuk mendengarkan materi secara utuh adalah memperdengarkan sedikit bagian dri audio. Pengajar akan memutarkan cuplikan
dari bagian awal rekaman secara singkat dan diperdengarkan kepada mahasiswa. Dalam BKPM mahasiswa telah tersedia petunjuk kegiatan yang harus mereka lakukan ketikan melalui bagian ini. Sebagian besar kegiatannya adalah menjawab pertanyaan sesuai dengan apa yang mereka pahami dari rekaman singkat tersebut. Jawaban dari mahasiswa ini tidak harus tepat karen ainformasi yang mereka dapatkan sangat singkat. Proses ini hanya memperkenalkan pada mahasiswa model rekaman yang akan mereka dengar dan
mereka dapat memprediksi apa sebenarnya yang akan menjadi topik pembahasan selanjutnya.
Dalam fase pre-listening seluruh mahasiswa wajib mengikuti semua kegiatan baik secara individu maupun
kelompok. Akan tetapi tidak semua mahasiswa terlibat secara aktif. Untuk mahasiswa yang memiliki kemampuan bagus, mereka cukup mendominasi dalam menjawab pertanyaan maupun dalam menyampaikan pendapat dalam diskusi. Sedangkan untuk mahasiswa dengan kemampuan rata-rata pada dasarnya enggan untuk ikut berpartisipasi tetapi dengan menggunakan strategi ini mereka “dipaksa” untuk ikut terlibat. Ini merupakan salah satu keunggulan strategi ini, menjadikan semua mahasiswa ikut berperan dan terlibat dalam
semua tahapan pembelajaran. Secara prosentase dapat digambarkan seperti dalam diagram berikut ini:
Tingkat Partisipasi Mahasiswa Pada Fase Pre-Listening
Diagram 1: Deskripsi Partisipasi Mahasiswa dalam kegiatan Pre-Listening.Dalam tabel di atas digambarkan bahwa 100% mahasiswa mengambil bagian dalam kegiatan pre-listening. Tentu ada perbedaan diantara mahasiswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, maupun rendah dalam berpartisipasi. Masing-masing memiliki porsi yang berbeda-beda. Mahasiswa yang memiliki kemampuan
tinggi yang digambarkan dengan warna biru dan disebut HAS atau High Achievement Student pada kelompok A, B, dan C setelah diambil rata-rata mengambil bagian paling banyak yaitu 53% atau sebanyak 35 mahasiswa. Sedangkan pada mahasiswa yang mempunyai kemampuan rata-rata atau disebut Standard
Achievement Students sebanyak 30% atau sejumlah 20 mahasiswa. Pada mahasiswa yang mempunyai kemampuan kurang atau Low Achievement Student tercatat ada 11 orang dengan prosesante 17%.
Kondisi ini sangat bagus karena semua mahasiswa ikut berpartisipasi dalam mengikuti tahapan pre-listening karena semua kegiatan yang di presentasikan sangat mudah dipahami dan diikuti dengan petunjuk dan
keterangan bagaimana mengerjakanya dengan jelas walaupun semuanya dalam bahasa Inggris. Tetapi tidak bisa dipungkiri mahasiswa dengan kempuan bagus lebih mendominasi. Mereka lebih aktif dalam menjawab atau menyampaikan pendapat dengan durasi berbicara lebih panjang dan menggunakan pemikiran yang lebih mudah dipahami.
Sedangkan 2 kelompok lainnya tetap mendapat bagian tetapi kualitasnya dan intensitasnya
lebih sedikit. Penyebab dari kondisi ini karena kepercayaan diri dan kualitas critical thinking yang masih kurang. Tetapi hasil yang dicapai dengan strategi Three Phase menunjukan bahwa mereka dipaksa untuk lebih percaya diri dalam mengemukakan pendapat. Tetapi dengan adanya aktifitas pre-listening ini mahasiswa memiliki kesempatan untuk memahami materi lebih baik sehingga memudahkan mereka untuk mengikuti fase berikutnya.
3.2.2 While-Listening
Fase yang kedua ini adalah inti dari kegiatan listening karena materi diberikan secara keseluruhan. Materi berupa rekaman percakapan maupun informasi tunggal diberikan kepada mahasiswa. Dalam fase ini
mahasiswa telah mengetahui secara singkat topik apa yang dibahas dan kosakata yang dipakai dalam rekaman melalui fase pre-listening. Dengan demikian lebih memudahkan mereka untuk mengikuti isi percakapan atau informasi lisan yang mereka dengarkan.
Kegiatan pertama fase ini adalah mendengarkan seluruh isi rekaman. Sebelum diputarkan rekaman mahasiwa diberi kertas buram untuk mencatat poin-poin penting agar dapat merangkai seluruh informasi yang
didengarkan. Proses ini memerlukan waktu kira-kira 10 sampai 15 menit tergantung dari tingkat kesulitan materi. Pada topik-topik yang telah biasa diketahui mahasiswa atau mahasiswa telah mempunyai pengalaman
dengan topik tersebut, mereka membutuhkan waktu yang lebih pendek dalammendengarkan. Tetapi apabila topik yang disajikan kurang dikenal mereka meminta untuk memutar materi lebih dari dua kali. Hal ini tidak
menjadi persoalan karena waktu yang disediakan sangat cukup untuk memutarkan rekaman.
Setelah mahasiswa mendengarkan materi secara keseluruhan, mereka menyusun rangkuman dari isi rekaman
dengan bahasa mereka sendiri. Setelah mereka siap, beberapa mahasiswa akan saling melengkapi untuk menyampaikan isi dari rekaman. Kegiatan ini langsung dibimbing oleh pengajar dan teknisi. Pengajar membimbing dan memotivasi siswa untuk aktif perpartisipasi melalui penunjukan secara langsung. Hal ini dilakukan agar peran serta mahasiswa dapat lebih merata sehingga mahasiswa tidak bergantung pada
keaktifan mahasiswa lain. Proses ini memang akan menunjukan secara langsung mahasiswa mana yang memiliki kemampuan lebih dari mahasiswa lainya. Tahap ini memberikan kesempatan kepada pengajar untuk memberikan nilai pada kemampuan berpikir kritis dari mahasiswa. Prosentase keaktifan mahasiswa dalam kegiatan ini masih belum menunjukan perbedaan yang signifikan seperti yang tergambar pada diagran
berikut ini:
Diagram 2 : Deskripsi partisipasi mahasiswa dalam kegiatan introducing the topic.
Tahap berikutnya dalam fase while-listening adalah mengerjakan latihan. Bentuk latihan yang diberikan kepada mahasiswa ada beberapa macam diantaranya pilihan ganda, True and False, memasangkan kata atau kalimat dan memberikan check list pada sebuah data. Kegiatan ini harus diikuti oleh seluruh mahasiswa karena latihan ada didalam BKPM. Pada bagian pertama, mahasiswa mencari main idea dari rekaman yang diputar. Setelah mengerjakan latihan, pengajar dan mahasiwa akan mengecek penguasaan materi dengan menjawab pertanyaan satu per satu. Mahasiswa secara bergiliran menyampaikan jawaban mereka, sedangkan mahasiwa yang lain memberikan respon apakah jawaban tersebut benar atau tidak. Apabila jawaban salah, mahasiswa yang lain diberi kesempatan untuk membetulkanya. Apabila terjadi ketidak sepakatan jawaban karena masing-masing merasa benar, pengajar akan memutarkan kembali rekaman pada bagian soal tersebut
untuk membuktikan jawaban siapa yang paling tepat. Tingkat partisipasi mahasiswa dalam fase ini sangat merata yaitu menjawab pertanyaan berdasarkan instruksi yang telah ditentukan dalam BKPM. Kegiatan lain yang dilakukan dalam fase while-listening adalah mencari informasi-informasi yang ada di rekaman secara detail. Mahasiswa diberikan soal-soal yang terkait dengan kegiatan tersebut. Untuk mengerjakanya mahasiswa harus mendengarkan kembali rekaman dan memperhatikan informasi yang
dihadirkan secara detail. Bentuk soalnya dengan menyediakan beberapa kalimat dan mahasiswa menentukan apakah kalimat tersebut ada dalam rekaman atau tidak. Soal dapat berupa true false, checklist dan menyusun sesuai urutan informasi yang diterima. Tidak berhenti sampai disini, kegiatan lain yang dilakukan dalam fase ini adalah Listening Between The Line. Kegiatan ini bertujuan mengecek pemahaman mahasiswa lebih dalam. Mahasiswa akan mendengarkan
beberapa cuplikan dari rekaman kemudian memberikan pendapat sesuai dengan pemahaman mereka. Untuk mendorong semua mahasiswa berpartisipasi pengajar akan menentukan siapa saja yang akan menjawab tugas yang ada. Sehingga masing-masing mahasiswa mendapat bagian dalam menjawab pertanyaan. Hal ini dapat dilihat dalam diagram berikut ini
Deskripsi partisipasi mahasiswa dalam kegiatan
While-Listening
Diagram 3 : Deskripsi Partisipasi Mahasiswa dalam kegiatan While-Listening.
3.2.3 Post-Listening
Dalam kegiatan ini mahasiswa mendapatkan materi yang berbeda dengan sebelumnya tetapi masih dengan topik yang sama. Hal ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana pola pikir mahasiswa terhadap topik tersebut. Model rekaman masih hampir sama dengan rekaman pada saat while-listening yaitu monolog atau
percakapan tetapi lebih pendek. Materi yang disampaikan merupkan pengembangan pada materi sebelumnya. Proses ini biasanya dilakukan pada bagian akhir pertemuan. Sangat terlihat bahwa mahasiswa telah memiliki pengetahuan tentang topik secara baik. Hal ini terlihat dari mudahnya mereka memahami isi rekaman. Pengejar terkadang hanya memutarkan rekaman satu kali saja tetapi mahasiswa sudah mampu menjawab
semua soal yang disediakan dalam BKPM. Proses ini kemudian dilanjutkan dengan kegiatannya yang lebih membutuhkan pemikirian secara kritis dalam bentuk survey maupun menyampaikan pendapat seperti debat
misalnya. Mahasiswa sangat antusias mengikuti kegiatan dalam post-listening karena lebih menarik dan melibatkan komunikasi verbal maupun non verbal. Semua mahasiswa terlibat secara aktif karena diakhir kegiatan mereka harus menyampaikan hasilnya secara lisan didepan kelas dan masing-masing mahasiswa
memiliki tanggungjawab dan tugas yang telah disepakai dengan kelompoknya. Hal ini sangat efektif dalam meningkatkan pertisipasi mahasiswa tertutama bagi mereka yang sebelumnya merasa enggan untuk aktif.
Berikut gambaran peran serta aktif mahasiswa dalam kegiatan post-listening dalam bentuk diagram.
Tingkat Partisipasi Mahasiswa Dalam Kegiatan Post-listening
4. KESIMPULAN
Strategi Three Phase ketika diterapkan dalam proses pengajaran Listening sangat sesuai karena terdiri dari berbagai jenis kegiatan yang berbeda dengan tujuan yang bervariasi. Kegiatan ini memberikan dampak sangat baik bagi semua tingkatan mahasiswa, baik yang kemampuanya rendah, sedang maupun tinggi.
Alokasi waktu yang sangat tepat menjadikan komposisi ragam kegiatan dapat dilaksanakan dengan baik. Hal ini juga dapat mereduksi tingkat kebosanan bagi mahasiswa sehingga mahasiswa menjadi lebih aktif. Disamping itu semua mahasiswa memiliki kesempatan berperan aktif dalam setiap kegiatan yang disajikan. Dalam melaksanakan strategi ini cenderung tidak ada hambatan yang berarti. Hanya saja perbedaan tingkat kemampuan mahasiswa menjadikan pengajar harus memutarkan rekaman beberapa kali sehingga bagi mahasiswa dengan kemampuan tinggi hal ini terasa kurang tepat. Kondisi ini tidak menjadikan mereka bersantai dan merasa bosan tetapi mereka memanfaatkan untuk mengecek kembali hasil kerja mereka apakah sudah benar-benar sesuai atau masih ada yang perlu di koreksi. Bagi mahasiswa dengan tingkat kemampuan rendah, kadang-kadang materi yang disajikan disampaikan terlalu cepat oleh native speaker sehingga membuat mereka kurang dapat memehani dengan cepat. Untuk itu mereka membutuhkan beberapa kali lebih banyak untuk mendengarkanya. Pada dasarnya hambatan-hambatan tersebut dapat di selesaikan dengan baik dan tidak mengganggu proses pengajaran mata kuliah Critical Listening. Kendala lain yang dihadapi adalah peralatan dan bahan yang diperlukan selama kegiatan berlangsung.
Karena mata kuliah ini menggunakan tape recorder dan kaset maka pengajar harus memastikan bahwa kondisinya baik, karena pada saat sedang berlangsung bisa saja terjadi kerusakan pada keduanya. Hal ini
menjadi kendala yang sangat serius apabila tidak ada tape recorder dan kaset cadangan. Untuk itu perlu dukungan teknisi untuk mengubah format kaset ke dalam format file sehingga dapat disimpan di komputer.
Hal ini lebih memudahkan pengajar dalam menyediakan materi dan perangkat yang tersedia dalam lab lebih memenuhi.
Dari pelaksanaan studi ini, terlepas adanya beberapa kendala yang telah disebutkan diatas, strategi Three Phase sangat sesuai dipakai dalam pengajaran mata kuliah Critical Listening. Semua kegiatanya merangsang
mahasiswa untuk ikut berperan aktif dalam proses pembelajaran. Sedangkan untuk mata kuliah lainya perlu dilakukan studi lebih lanjut untuk menentukan kesesuaianya.
5. DAFTAR PUSTAKA
[1] Anon, Makalah observasi http://www.scribd.com/doc/39320404/makalah-observasi. Diakses September
2021
[2] Arikunto,Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik,Jakarta: PT Rineka Cipta.2010
[3] Brown, S., Teaching Listening. Cambridge: Cambridge University Press,2006
[4] Brown, H. D. Principles of Language Learning and Teaching (5th ed). United States of America: Pearson
Education, Inc,2007
[5 ] Ehsanjou, M., & Khodareza M., The Impact of Using Different Forms of Pre-listening on Iranian EFL
Learners’Listening Comprehension. ELT Voices, 4(6) , 1-10,2014
[6] Indrawati, Efi Dyah, Listening Comprehension Strategies, 2012
[7] Kurniawan, E, Perbandingan Keefektifan Metode Observasi Dan Diskusi Terhadap Hasil Belajar Biologi Pokok Bahasan Ekosistem, IAIN Walisongo:Semarang,2011
[8] Mandarani,Vidya, Peningkatan Kemampuan Listening Comprehension Melalui Stategi Top-Down dan Bottom-Up. Jurnal Pedagoggia, ISSN 2089-3833Volume.5,No.2, Agustus 2016
[9] Nayyanrises, Pembelajaran Listening Dalam Bahasa Inggris, https://nayyanrises.wordpress.com,
Diakses September 2021
[10] Pardosi, Theresia, Improving Student’s listening Ability with Top Down and Bottom Up Strategies At Eight Grade of SMP NEGERI 37 Medan,Pendidikan Bahasa Inggris, Universitas HKBP Nommensen,2018
[11] Ritonga, Rahman, Statistika untuk Penelitian Psikologi dan Penelitian. Jakarta: 1997
[12] Rohmah,Kalimatur, The Strategies of Teaching Listening Applied by the Elevents Grade English Teacher at SMKN 1 Purwoasri Kediri,Universitas Nusantara PGRI Kediri, 2018
[13]Salmaa, Metode Penelitian Kualitatif: Pengertian Menurut Ahli, Jenis-Jenis, dan Karakteristiknya https://penerbitdeepublish.com/metode-penelitian-kualitatif/ Diakses September 2021
[14 ] Sandjaja & Heriyanto. Panduan Penelitian (Edisi Revisi). Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher.2011
[15] Sugiyono, Statistika untuk Penelitian. Bandung : CV Alfabeta,2019
[16] Sukmadinata, Syaodih Nana, Metode Penelitian Pendidikan, Bandung : PT Remaja. Rosdakarya, 2017
[17] Susini, Made I, Nduru, Evirius, Strategi Meningkatkan Kemampuan Berbahasa Inggris, Linguistic Community Service Journal │ Vol. 1, No. 2, 2021 P-ISSN: 2746-7031│ E-ISSN: 2746-7023,2021
[18 ] Suardeyasasri, Metode Penelitian Kualitatif, Jakarta: PT. Gramedia,2010
[19] Underwood, Mary, Teaching Listening. London: Longman,1990
[20] Ur, P, Teaching of English as a second or foreign language. Cambridge: Cambridge
University Press,1984
[21] Vandergrift, L. & Goh, C.C.M. Teaching and Learning Second Language Listening Metacognition in Action. New York: Routledge, 2012
[22] Zakky, Pengertian Observasi Menurut Para Ahli dan Secara Umum,
https://www.zonareferensi.com/pengertian-observasi/ Diakses September 2021