Kisah Pilu Peristiwa Lubang Buaya Kekejaman PKI Di Cemetuk Cluring Banyuwangi

MEMOPOS.com,Banyuwangi - Peristiwa berdarah Gerakan 30 September/PKI atau G 30 S/PKI yang merenggut tujuh pahlawan revolusi pada 1965 bukan hanya terjadi di Jakarta. Banjir darah juga terjadi di Banyuwangi, Jawa Timur.
Sebanyak 62 pemuda Ansor dibunuh secara sadis oleh gerombolan PKI dan jasadnya dibuang di lubang buaya di Desa Cemetuk, Kecamatan Celuring, Kabupaten Banyuwangi.
Ada tiga lubang pembuangan jasad puluhan pemuda Ansor yang dikenal dengan Pemuda Pancasila itu. Untuk mengenang peristiwa kelam itu, dibangun monumen Lubang Buaya.
Di lubang buaya itu, juga terdapat patung Garuda Pancasila raksasa, lengkap dengan relief peristiwa pembunuhan keji di samping patung guruda tersebut.
Di bagian belakang patung garuda, terdapat tiga lubang dengan bentuk persegi. Ketiga lubang tersebut yang dimaksud sebagai monumen lubang buaya yang merupakan tempat pembuangan para korban setelah dibantai massal pada 30 September 1965 silam.
Dalam teks di monumen tertulis “Monumen Pancasila Jaya di sini pada tanggal 18-10-1965 telah terjadi pembunuhan massal terhadap 62 Pemuda Pancasila oleh kebiadaban G 30 S/PKI”.
Juru kunci Lubang Buaya Cemetuk, Supingi menuturkan, kisah kebiadaban PKI kala itu bermula saat pemuda Ansor dari Muncar menyerbu markas PKI di Desa Yosomulyo, Kecamatan Gambiran.
Namun dalam penyerangan tersebut ratusan pemuda Ansor tidak mampu menumpas orang-orang PKI. Mereka kemudian memilih mundur.
Saat hendak kembali, kata dia, rombongan pemuda Ansor sebanyak 62 orang yang mengendarai truk jalan yang akan dilewati ternyata sudah diblokade PKI di Cemetuk.
“Di situlah terjadi pembunuhan massal tersebut terjadi. Satu per satu pemuda Ansor dibantai. Truk yang dikendarai dibakar oleh PKI. Sedangkan mayat korban dibuang dan dikubur di tiga sumur yang saat ini dikanal sebagai lubang buaya cemetuk,” katanya, Kamis (30/9/2021).
Dari tiga lubang buaya yang besar tersebut, kata dia, dikubur sebanyak 42 orang. Sedangkan dua lubang lainnya masing – masing dikubur 10 orang.
“Tiga hari kemudian, jenazah para korban baru ditemukan dan dievakuasi oleh aparat militer kala itu,” katanya.
Namun, hingga saat ini tidak ada yang tahu nama-nama para korban tersebut.
Dia mengatakan, monumen lubang buaya di Desa Cemetuk, Kecamatan Cluring yang berjarak sekitar 45 kilometer dari pusat Kota Banyuwangi dibangun atas swadaya warga sekitar pada tahun 1994.
Pengunjung lubang buaya, Rosyid mengaku tidak menyangka bila ada lubang buaya di Desa Cemetuk seperti di Jakarta. “Ternyata di Cemetuk juga ada lubang buaya seperti di Jakarta,” ucapnya.(Im)