Perempuan Sebatangkara Banyuwangi Tinggal Disudut Pasar

MEMOPOS.com,Banyuwangi - Di usia yang sudah lanjut, nampaknya nasib baik belum berpihak kepada Siami (79) warga Desa/Kecamatan Gambiran, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur.
Siami, harus berjuang sendiri melanjutkan cerita hidup di sebuah gubuk yang berdiri di sudut salah satu pasar, dengan kondisi dan keadaan seadanya, Selasa (1/3/2022).
Mbah Mi, begitu nama akrab panggilan perempuan yang hidup sebatangkara tersebut, telah lama menempati gubuk dilahan pemerintah. Lantaran perempuan kelahiran tahun 1943 itu, tidak memiliki lahan untuk ditempati. Namun, kondisi tersebut tidak menurunkan semangat untuk melanjutkan hidup.
Kehidupan layak, yang menjadi impian semua orang di masa usia senja adalah berkumpul dengan anak, cucu dan keluarga, impian dimasa tua yang menjadi dambaan semua usia sejawat, belum juga menghampiri. Bertahun-tahun keinginan tersebut harus dipendam dalam-dalam, kehadiran saudara, keluarga, anak hingga kini belum juga dirasakan.
“Suami sudah lama meninggal, anak saya entah kemana,” kata Mbah Mi memulai obrolan.
Keluarga besar yang dulu pernah dibangun, kini sudah tidak berbentuk. Kehadiran sesosok orang yang melindungi, mengayomi, telah lama tidak dirasakan. Namun, dengan kondisi yang tidak menguntungkan, semangat dan kegigihan melanjutkan cerita hidup terus dilalui tanpa mengharap belas kasih dari orang lain. Berbekal pengalaman sebagai pedagang, kebutuhan hidup sedikit tertutup dan untuk menambah penghasilan mencukupi kebutuhan sehari-hari, mengumpulkan barang bekas menjadi rutinitas.
“Saya aslinya dari desa Dasri, namun karena keluarga terdekat tidak ada, jadi saya memilih tinggal disini,” tutur Mbah Mi.
Kegigihan Mbah Mi, dalam menjalani hidup patut menjadi contoh. Tanpa mengandalkan belas kasih dari orang lain, ataupun bergantung kepada uluran tangan orang lain, perempuan sebatangkara itu tetap gigih melanjutkan hidup. Kehidupan yang kurang beruntung tidak membuat berkecil hati, meskipun harus hidup seadanya dengan kondisi yang kurang menguntungkan.
“Makan seadanya, dan untuk memenuhi kebutuhan itu saya mencari barang bekas yang nantinya akan ditukar dengan beras dan lauk,” jelas Mbah Mi.
Menempati lahan pasar, lanjut Mbah Mi, berawal ketika menjadi pedagang saat pasar yang kini ditempati masih ramai. Saat itu, usaha yang digeluti bersama almarhum suami sebagai penjual krupuk banyak pelanggan. Berjalannya waktu, suami mendahului pergi meninggalkannya, dan mulai merubah hidupnya yang dulunya normal mulai muncul sedikit permasalahan, beberapa peninggalan suami tercinta tak mampu dipertahankan, karena orang terdekat tega menjual segala peninggalan suami. Kondisi tersebut membuat hidupnya mulai berantakan, hal itu diperparah dengan kondisi usaha sebagai penjual krupuk menurun, karena kondisi pasar yang menjadi tumpuan hidup untuk mencari nafkah semakin hari semakin terpuruk.
“Saya sudah tidak punya apa-apa lagi, semua habis entah kemana. lahan ini satu-satunya tempat yang bisa ditempati,” jelasnya.
Sementara itu salah satu masyarakat, Taufik (35) warga sekitar pasar Gambiran mengatakan telah lama mengenal Mbah Mi, dulunya memang pedagang di pasar tersebut, namun seiring waktu berjalan pasar sepi dan semakin sepi, Mbah Mi tetap bertahan berjualan. Dikarenakan pasar memang sudah tidak berfungsi, jadi Mbah Mi mulai menempati, kemudian membuat gubuk yang menyerupai rumah untuk berteduh.
“Saya tidak tahu aslinya Mbah Mi dari mana. Namun yang terpenting adalah, bagaimana caranya beliau ini mendapatkan kehidupan yang lebih layak,” harap Taufik.(Im)